BAHAYA RESISTENSI KUMAN DAN PERLU PEMAHAMAN DALAM PENGGUNAAN ANTIBIOTIK !!!
BAHAYA RESISTENSI ANTIBIOTIK
Antibiotik adalah segolongan senyawa,
baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu
proses biokimia di
dalam organisme,
khususnya dalam proses infeksi
oleh bakteri atau
virus.
Penggunaan antibiotik khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi,
meskipun dalam bioteknologi
dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi
terhadap mutan atau transforman.
Antibiotik bekerja seperti pestisida
dengan menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya
adalah bakteri.
Antibiotik berbeda dengan desinfektan
karena cara kerjanya. Desifektan membunuh kuman dengan menciptakan
lingkungan yang tidak wajar bagi kuman untuk hidup.
Tidak seperti perawatan infeksi sebelumnya, yang menggunakan racun
seperti strychnine,
antibiotik dijuluki "peluru ajaib": obat yang membidik penyakit
tanpa melukai tuannya. Antibiotik tidak efektif menangani infeksi akibat virus, jamur, atau nonbakteri lainnya,
dan Setiap antibiotik sangat beragam keefektifannya dalam melawan berbagai
jenis bakteri.
Antibiotik oral (yang dimakan) mudah
digunakan bila efektif, dan antibiotik intravena (melalui infus) digunakan
untuk kasus yang lebih serius. Antibiotik kadangkala dapat digunakan setempat,
seperti tetes mata dan salep.
Riwayat singkat penemuan antibiotik modern
Penemuan antibiotik terjadi secara 'tidak
sengaja' ketika Alexander Fleming, pada tahun 1928, lupa membersihkan sediaan bakteri pada cawan petri dan meninggalkannya di rak
cuci sepanjang akhir pekan. Pada hari Senin, ketika cawan petri tersebut akan
dibersihkan, ia melihat sebagian kapang telah tumbuh di media dan bagian di sekitar
kapang 'bersih' dari bakteri yang sebelumnya memenuhi media. Karena tertarik
dengan kenyataan ini, ia melakukan penelitian lebih lanjut terhadap kapang tersebut,
yang ternyata adalah Penicillium chrysogenum syn. P. notatum (kapang berwarna biru
muda ini mudah ditemukan pada roti yang dibiarkan lembab beberapa hari). Ia
lalu mendapat hasil positif dalam pengujian pengaruh ekstrak kapang itu terhadap bakteri koleksinya. Dari
ekstrak itu ia diakui menemukan antibiotik alami pertama: penicillin G.
Penemuan efek antibakteri dari Penicillium
sebelumnya sudah diketahui oleh peneliti-peneliti dari Institut Pasteur di Perancis pada
akhir abad ke-19 namun hasilnya tidak diakui oleh lembaganya sendiri dan tidak
dipublikasi.
Macam-macam
antibiotik
Antibiotik dapat digolongkan berdasarkan
sasaran kerja senyawa tersebut dan susunan kimiawinya. Ada enam kelompok
antibiotik[1] dilihat dari sasaran kerja (targetnya)(nama contoh diberikan menurut ejaan
Inggris karena belum semua nama diindonesiakan atau diragukan
pengindonesiaannya):
- Inhibitor sintesis dinding sel bakteri,
mencakup golongan Penicillin, Polypeptide dan Cephalosporin, misalnya ampicillin, penicillin G;
- Inhibitor transkripsi dan
replikasi,
mencakup golongan Quinolone, misalnya rifampicin, actinomycin D, nalidixic acid;
- Inhibitor sintesis protein,
mencakup banyak jenis antibiotik, terutama dari golongan Macrolide,
Aminoglycoside, dan Tetracycline, misalnya gentamycin, chloramphenicol, kanamycin, streptomycin, tetracycline, oxytetracycline;
- Inhibitor fungsi membran sel,
misalnya ionomycin, valinomycin;
- Inhibitor fungsi sel
lainnya, seperti golongan sulfa atau sulfonamida,
misalnya oligomycin, tunicamycin; dan
- Antimetabolit, misalnya azaserine.
Penggunaan antibiotik
Karena biasanya antibiotik bekerja sangat spesifik pada suatu
proses, mutasi yang mungkin terjadi pada bakteri memungkinkan munculnya strain
bakteri yang 'kebal' terhadap antibiotik. Itulah sebabnya, pemberian antibiotik
biasanya diberikan dalam dosis yang menyebabkan bakteri segera mati dan dalam
jangka waktu yang agak panjang agar mutasi tidak terjadi. Penggunaan antibiotik
yang 'tanggung' hanya membuka peluang munculnya tipe bakteri yang 'kebal'.
Pemakaian antibiotik di bidang pertanian
sebagai antibakteri umumnya terbatas karena dianggap mahal, namun dalam bioteknologi
pemakaiannya cukup luas untuk menyeleksi sel-sel yang mengandung gen baru.
Praktik penggunaan antibiotik ini dikritik tajam oleh para aktivis lingkungan
karena kekhawatiran akan munculnya hama/kuman yang tahan antibiotik.
Cara Kerja dan Mekanisme
Resistensi Antibiotik
Sejak awal penemuannya oleh Alexander Fleming
pada tahun 1928, antibiotik telah memberikan kontribusi yang efektif dan
positif terhadap kontrol infeksi bakteri pada manusia dan hewan.
Namun, sejalan dengan perkembangan dan
penggunaannya tersebut, banyak bukti atau laporan yang menyatakan bahwa
bakteri-bakteri patogen menjadi resisten terhadap antibiotik. Resistensi ini
menjadi masalah kesehatan utama sedunia. Penggunaan antibiotik ini (pada
manusia dan hewan) akan menghantarkan munculnya mikroorganisme resisten, tidak
hanya mikroba sebagai target antibiotik tersebut, tetapi juga mikroorganisme
lain yang memiliki habitat yang sama dengan mikroorganisme target. Hal ini
dimungkinkan karena adanya transfer materi genetik (plasmid atau transposon) di
antara genus bakteri yang berbeda yang masih memiliki hubungan dekat, meliputi
bakteri Escherichia coli, Klebsiella,
dan Salmonella.
Penggunaan antibiotik pada pakan hewan
sebagai pemacu pertumbuhan telah mengakibatkan pertumbuhan bakteri yang
resisten terhadap antibiotik yang umum digunakan untuk terapi infeksi pada
manusia.
Cara kerja antibiotik
Antibiotik memiliki cara kerja sebagai
bakterisidal (membunuh bakteri secara langsung) atau bakteriostatik (menghambat
pertumbuhan bakteri). Pada kondisi bakteriostasis, mekanisme pertahanan tubuh
inang seperti fagositosis dan produksi antibodi biasanya akan merusak
mikroorganisme. Ada beberapa cara kerja antibiotik terhadap bakteri sebagai targetnya,
yaitu menghambat sintesis dinding sel, menghambat sintesis protein, merusak
membran plasma, menghambat sintesis asam nukleat, dan menghambat sintesis
metabolit esensial.
Dinding sel bakteri terdiri atas jaringan
makromolekuler yang disebut peptidoglikan. Penisilin dan beberapa antibiotik
lainnya mencegah sintesis peptidoglikan yang utuh sehingga dinding sel akan
melemah dan akibatnya sel bakteri akan mengalami lisis. Riboson merupakan mesin
untuk menyintesis protein. Sel eukariot memiliki ribosom 80S, sedangkan sel
prokariot 70S (terdiri atas unit 50S dan 30S). Perbedaan dalam struktur ribosom
akan mempengaruhi toksisitas selektif antibiotik yang akan mempengaruhi
sintesis protein. Di antara antibiotik yang mempengaruhi sintesis protein
adalah kloramfenikol, eritromisin, streptomisin, dan tetrasiklin. Kloramfenikol
akan bereaksi dengan unit 50S ribosom dan akan menghambat pembentukan ikatan
peptida pada rantai polipeptida yang sedang terbentuk. Kebanyakan antibiotik
yang menghambat protein sintesis memiliki aktivitas spektrum yang luas.
Tetrasiklin menghambat perlekatan tRNA yang membawa asam amino ke ribosom
sehingga penambahan asam amino ke rantai polipeptida yang sedang dibentuk
terhambat. Antibiotik aminoglikosida, seperti streptomisin dan gentamisin,
mempengaruhi tahap awal dari sintesis protein dengan mengubah bentuk unit 30S
ribosom yang akan mengakibatkan kode genetik pada mRNA tidak terbaca dengan
baik.
Antibiotik tertentu, terutama antibiotik
polipeptida, menyebabkan perubahan permeabilitas membran plasma yang akan
mengakibatkan kehilangan metabolit penting dari sel bakteri. Sebagai contoh
adalah polimiksin B yang menyebabkan kerusakan membran plasma dengan melekat
pada fosfolipid membran. Sejumlah antibiotik mempengaruhi proses replikasi DNA/RNA
dan transkripsi pada bakteri. Contoh dari golongan ini adalah rifampin dan
quinolon. Rifampin menghambat sintesis mRNA, sedangkan quinolon menghambat
sintesis DNA.
Mekanisme resistensi
Pada awalnya, problema resistensi bakteri
terhadap antibiotik telah dapat dipecahkan dengan adanya penemuan golongan baru
dari antibiotik, seperti aminoglikosida, makrolida, dan glikopeptida, juga
dengan modifikasi kimiawi dari antibiotik yang sudah ada. Namun, tidak ada
jaminan bahwa pengembangan antibiotik baru dapat mencegah kemampuan bakteri
patogen untuk menjadi resisten.
Berdasarkan hasil studi tentang mekanisme dan
epidemiologi dari resistensi antibiotik telah nyata bahwa bakteri memiliki
seperangkat cara untuk beradaptasi terhadap lingkungan yang mengandung antibiotik.
Mekanisme resistensi pada bakteri meliputi mutasi, penghambatan aktivitas
antibiotik secara enzimatik, perubahan protein yang merupakan target
antibiotik, perubahan jalur metabolik, efluks antibiotik, perubahan pada porin
channel, dan perubahan permeabilitas membran.
Mutasi genetik tunggal mungkin menyebabkan
terjadinya resistensi tanpa perubahan patogenitas atau viabilitas dari satu
strain bakteri. Perkembangan resistensi terhadap obat-obat antituberkulos,
seperti streptomisin, merupakan contoh klasik dari perubahan tipe ini. Secara
teoretis ada kemungkinan untuk mengatasi resistensi mutasional dengan
administrasi suatu kombinasi antibiotik dalam dosis yang cukup untuk eradikasi
infeksi sehingga mencegah penyebaran bakteri resisten orang ke orang. Namun,
adanya emergensi yang meluas dari multidrug resistant Mycobacterium
tuberculosis memperlihatkan bahwa tidak mudah untuk mengatasi resistensi dengan
formula kombinasi. Contoh lain resistensi mutasional yang juga penting adalah
perkembangan resistensi fluoroquinolone pada stafilokokki, Pseudomonas
aeruginosa, dan patogen lain melalui perubahan pada DNA topoisomerase. Kejadian
mutasi mungkin juga mengubah mekanisme resistensi yang ada menjadi lebih
efektif atau memberikan spektrum aktivitas yang lebih luas.
Problem yang cukup penting adalah kemampuan
bakteri untuk mendapatkan materi genetik eksogenus yang mengantarkan terjadinya
resistensi. Spesies pada peneumokokki dan meningokokki dapat
"mengambil" materi DNA di luar sel (eksogenus) dan mengombinasikannya
ke dalam kromosom.
Banyak materi genetik yang bertanggung jawab
terhadap resistensi ditemukan pada plasmid yang dapat ditransfer atau pada
transposon yang dapat disebarluaskan di antara berbagai bakteri dengan proses
konjugasi. Transposon merupakan potongan DNA yang bersifat mobile yang dapat
menyisip masuk ke dalam berbagai lokasi pada kromosom bakteri, plasmid atau DNA
bakteriofag. Beberapa transposon atau plasmid memiliki elemen genetik yang
disebut integron yang mampu "menangkap" gen-gen eksogenus. Sejumlah
gen kemungkinan dapat disisipkan ke dalam integron yang menghasilkan resistensi
terhadap beberapa bahan antimikroba.
Mekanisme yang mirip mungkin terlibat dalam
pembentukan elemen genetik yang mengode resistensi vankomisin pada enterokokki.
Enterokokki, yang merupakan komensal saluran usus dan genital, meningkat
menjadi patogen di rumah sakit. Hal ini berhubungan dengan resistensi alami
enterokokki terhadap antibiotik yang paling umum digunakan dan kapasitasnya
untuk memperoleh sifat resistensi melalui mutasi (penisilin) atau transfer gen
resistensi pada plasmid dan transposon (aminoglikosida dan glikopeptida).
Kerja antibiotik; Mengapa
minum obat harus habis?
Antibiotik sebenarnya berkerja pada saat
kuman mereplikasi atau berkembang biak. Salah satu kerja dari suatu antibiotik
adalah dengan menghambat pembentukan dari
dinding kuman, sehingga kuman baru tidak terbentuk. Sampai saat ini belum ada
antibiotik yang bisa membunuh kuman dewasa.
Tubuh kita dilengkapi oleh sistem kekebalan oleh Yang Maha Kuasa,
sistem inilah yang menjadi obat
alam untuk melawan kuman. Oleh karena itu bila kekebalan tubuh kita
melemah, itu sama saja dengan kuman yang sedang membentuk dinding sel dihambat
oleh antibiotik, tapi kuman dewasa tetap merusak tubuh tanpa henti.
Zat yang terkandung suatu antibiotik tetap saja butuh waktu dalam
bekerja, oleh karena itu apabila kita mengkonsumsi antibiotik secara setengah -
setengah dan kuman tidak tuntas di hambat pembentukan dinding selnya, kuman itu
sendiri akan tetap bisa menjadi dewasa dan akan terjadi kekebalan terhadap
antibiotik tersebut.