MIKOLOGI : FUNGI KONTAMINAN
FUNGI
KONTAMINAN
Muhammad Arief Fadillah, S.ST., M.Kes
Fungi sangat erat
hubungannya dengan kehidupan manusia. Fungi bisa hidup dan tumbuh dimana saja
baik di lingkungan alam maupun di tubuh manusia. Fungi dibagi menjadi bentuk
ragi dan kapang, kurang lebih sekitar 100 spesies diantaranya dapat
mengakibatkan mikosis. Fungi patogen Sebagian besar bersifat eksogen dengan
habitat alami di lingkungan air, tanah dan debris organik.
Keberadaan fungi yang
tidak sesuai dengan tempatnya dianggap sebagai kontaminan, sehingga disebut
sebagai fungi kontaminan. Bila fungi kontaminan terpapar ke tubuh manusia
melalui kontak langsung, maka akan mengakibatkan terjadinya mikosis yaitu
penyakit akibar fungi. (Jamilatun, 2020)
Fungi Kontaminan adalah kelompok fungi yang mencemari
atau mengkontaminasi suatu biakan, ruangan, makanan, minuman atau benda
sehingga dapat merusak dan merugikan manusia. (Mulyati, 2008)
Menurut Schuster, dkk (2012) fungi kontaminan sporanya
dapat tersebar di mana-mana dan spora ini akan tumbuh pada substrat atau media
apabila lingkungannya memungkinkan seperti di udara, tanah, air atau bahan lain
yang mengandung spora. Penyebab terjadinya kontaminasi fungi adalah tersedianya
media atau tempat hidup yang mendukung pertumbuhan fungi dengan beberapa faktor
pertumbuhan diantaranya substrat, suhu, pH, kelembaban, tekanan osmotik dan
bahan kimia lainnya.
Berbagai macam fungi kontaminasi, yaitu Aspergillus sp., Mucor sp., Rhizopus sp.,
Candida sp., Fusarium sp., dan Penicillium
sp., yang dikenal dapat menghasilkan mitotoksin. Fungi Aspergilus flavus adalah spesies fungi yang menghasilkan aflatoksin
yang dapat menyebabkan infeksi paru dan kanker Ketika menjadi invasif. Candida sp., dapat menyebabkan endocarditis
yang serius. Penicillium sp., dapat
menyebabkan pneumonia, sedangkan Rhizopus
sp. dapat menjadi agen untuk zygomycosis dan infeksi mata. (Madhavan, 2011)
C.
Penyebab
Kontaminasi Fungi
Fungi
kontaminan dapat mengakibatkan kerusakan bahan yang ditumbuhinya dan jika
dikonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan penyakit atau mikotoksis. Sebagai
contoh, fungi yang telah mengkontaminasi makanan dapat mengakibatkan berbagai
kerusakan antara lain perubahan tekstur dan warna, terbentuk aroma yang tidak
sedap, terjadi perubahan rasa dan berkurangnya nutrisi yang terdapat dalam
makanan. (Schuster, 2012)
Fungi kontaminan berpotensi menghasilkan racun yang dikenal sebagai mikotoksin yang apabila masuk ke dalam tubuh manusia dapat menyebabkan gangguan kesehatan berupa mikotoksis. Selain itu, kontaminasi mikotoksin yang dihasilkan oleh spesies-spesies kapang kontaminan tertentu mengakibatkan makanan tidak layak konsumsi. Fungi penghasil mikotoksin yang sering mengkontaminasi makanan antara lain, genus Aspergillus penghasil Aflatoksin, Penicillium penghasil Ochratoxin dan Patulin serta genus Fusarium penghasil Fumonisin. (Syarief R, 2013)
Fungi kontaminan seringkali memaparkan ke tubuh manusia melalui kontak langsung maka dapat terjadi mikosis di kuku (onikomikosis) dan liang telinga (otomikosis), apabila spora terhirup melalui udara dapat mengakibatkan mikosis di saluran pernapasan. Spora fungi juga dapat masuk ke tubuh manusia melalui luka akibat tertusuk ranting dan duri bisa terjadi mikosis subkutis yang dinamakan misetoma dan kromomikosis. (Gandjar, 2016)
D. Jenis-Jenis Fungi Kontaminan
Beberapa spesies fungi yang
sering menjadi kontaminan antara lain, Aspergillus
sp., Penicillium sp., Rhizopus sp., Mucor sp., dan Fusarium sp.
1. Aspergillus sp.
Aspergillus sp. Bersifat kosmopolitan baik di daerah kutub maupun daerah tropik. Aspergillus sp. dijumpai hampir disetiap
substrat dan pada umumnya dapat tumbuh pada bagian tumbuhan yang sudah mati
atau pada makanan. Aspergillus merupakan kapang bersepta yang tidk mempunyai
spora seksual (imperfecti). Kapang ini berasal dari ordo Moniliales dengan
family Moniliaceae. Beberapa spesies atau strain memproduksi mitotoksin seperti
Aspergillus flavus yang memproduksi
aflatoksin. Aspergillus sp. memiliki
berbagai jenis spesies antara lain yaitu Aspergillus
flavus, Aspergillus fumigatus dan Aspergillus
niger. (Hasanah, 2017)
Aspergillus
adalah fungi saprofit yang sehari-hari konidianya sangat mudah terhirup ke
dalam saluran nafas tanpa menyebabkan kelainan. Konidia yang masuk akan
dikeluarkan oleh pergerakan silia epitel torak atau dihancurkan oleh imunitas
tubuh. Diperlukan faktor resiko yang mengubah pertahanan tubuh dan memungkinkan
fungi untuk menyebabkan infeksi. Faktor resiko yang mengubah pertahanan tubuh
dan memungkinkan jamur tumbuh dan menimbulkan infeksi adalah personal hygiene yang kurang baik,
terdapat penyakit lain seperti tuberkulosis, karsinoma, diabetes melitus dan
defisiensi sistem imun. Kelainan yang disebabkan oleh Aspergillus antara lain Aspergiloma
(fungus ball), Allergic Broncho Pulmonary Aspergillosis (ABPA), Aspergillosis
Invasif. Aspergillus fumigatus
merupakan spesies yang paling patogen karena mampu hidup pada suhu 37˚C bahkan
sampai 50˚C. (Marvel, 2017)
Koloni Aspergillus sp. pada permukaannya
berbentuk velvety sampai powdery dengan warna hijau muda-kekuningan, hitam dan
hijau-kebiruan. Sporulasi pada Aspergillus head tersusun dari vesikel, sterigma
dan rangkaian konidia yang dihasilkan oleh konidiofor tunggal dan sel kaki. Perbedaan
morfologi Aspergillus sp. yang sering ditemukan berdasarkan mikroskopis
morfologi koloni yaitu dalam bentuk Aspergillus head dari susunan sterigma pada
permukaan vesikel. (Octavia, 2017)
a) Aspergillus flavus
b) Aspergillus fumigatus
c) Aspergillus niger
2.
Penicillium
sp.
Penicillium sp. Adalah fungi yang termasuk dalam kelas Deuteromycetes. Penicillium sp. Memiliki ciri hifa bersepta dan membentuk badan spora yang disebut konidium. Penicillium sp. dapat menghasilkan okratoksin yang dapat menyebabkan Neopropratik yaitu timbulnya tumor pada ginjal. Penicillium sp. menyebabkan kerusakan buah dan sayuran, biji-bijian, roti dan daging. Salah satunya Penicillium citrinum yang dapat menghasilkan mikotoksin yaitu Citrinin. Spesies kapang ini dapat mengkontaminasi berbagai macam bahan makanan terutama biji bijian yang telah mengalami kerusakan. Citrinin dapat terkandung dalam bahan makanan berupa beras, jagung, gandum dan tomat busuk. Citrinin dikenal sebagai mikotoksin yang bersifat nefrotoksik. (Susilowati, 2021)
Morfologi Penicillium sp. mempunyai koloni berbentuk velvety berwarna hijau kebiruan. sporulasi membentuk konidiofor yang bercabang di setiap cabangnya terdapat 3-4 sterigma dan konidia berbentuk bulat. (Mulyati, 2008)
3. Rhizopus sp.
Rhizopus merupakan anggota kelompok
kapang yang tidak bersepta dan membentuk sporangiofora dalam sporangium. Rhizopus
sp. adalah fungi yang terdapat pada makanan yang terkontaminasi melalui
air. Sering dijumpai pada warna hitam pada roti dan buah-buahan lunak.
Rhizopus
stolonifer sering disebut juga Rhizopus
nigricans dikenal umum sebagai kapang roti hitam yang dapat menyebabkan
busuk pada bahan makanan buah dan sayuran.
Rhizopus stolonifer termasuk
fungi kelas Zygomycetes dan ordo Mucorales, penyakit penyebabnya disebut
mukormikosis atau zigomikosis dan menyebabkan kelainan kulit dan infeksi
sistemik. (Susilowati, 2021)
Morfologi Rhizopus sp. mempunyai bentuk koloni Cottony berwarna putih
keabuan-kehitaman dengan sporulasi mempunyai sporangiofor dibagian ujungnya
membentuk kolumela membulat dan terdapat sporangium, sporangiospora dan rizoid.
(Mulyati, 2008)
Koloni dan Sporulasi Rhizopus sp.
4.
Mucor sp.
Mucor merupakan anggota kelompok kapang bersepta yang terdistribusi luas
dan memproduksi sporangiofora dan koloni berkapas. Mucor sp. dapat menyebabkan kerusakan pada sayuran. Contoh spesies
penting adalah Mucor rouxii. Patogenitas
Mucor sp. adalah Mukormikosis, merupakan
penyakit yang sangat bergantung pada tubuh penjamu dan dapat menyebabkan
asidosis terutama akibat diabetes mellitus, leukimia dan imunodefisiensi. (Susilowati, 2021)
Morfologi Mucor sp. mempunyai koloni cottony
berwarna putih keabuan dengan sporulasi mempunyai sporangiofor dibagian
ujungnya membentuk kolumela membulat. (Mulyati, 2008)
Koloni dan Sporulasi Mucor sp.
1. 5. Fusarium sp.
Fusarium sp. pada umumnya bersifat saprofit
terdapat didalam tanah dan banyak ditemukan pada jagung, gandum, sorgum dan
beras sebagai bahan utama pangan. Mikotoksin yang dihasilkan dari Fusarium sp. adalah fumonisin. Faktor
utama yang mempengaruhi adanya pertumbuhan fusarium adalah kontaminasi
fumonisin terhadap suhu dan kelembaban. Fumonisin dapat menyebabkan kanker pada
manusia seperti kanker esophagus dan kerusakan ginjal. (Susilowati, 2021)
Morfologi Fusarium sp. mempunyai koloni berbentuk velvety-wolly berwarna ungu
muda (violet) dengan sporulasi konidiofor pendek berisi makrokonidia bentuk
runcing di kedua ujungnya seperti bulan sabit dan kadang ada yang tumpul. (Mulyati, 2008)
Koloni dan Sporulasi Fusarium sp.
A.
Diagnosis
Fungi Kontaminan
Terdapat tiga pemeriksaan penting dalam mengidentifikasi fungi
kontaminan, yaitu dengan menggabungkan pemeriksaan laboratorium penunjang medis,
pemeriksaan tanda-tanda dan gejala klinis dan pemeriksaan radiologi. Bahan
klinis yang digunakan dalam mendiagnosis Fungi kontaminan menggunakan jaringan biopsi dengan metode
histopatologi dan kultur, kemudian sputum, cairan bronchus dan usap hidung.
Pemeriksaan
laboratorium dapat dilakukan dengan tiga metode uji, yaitu pemeriksaan langsung
mikroskopis menggunakan KOH 10%, kemudian pemeriksaan kultur biakan fungi
menggunakan media pertumbuhan Sabouroud
Dextrose Agar (SDA) untuk melihat koloni yang tumbuh, selanjutnya yang
terakhir menggunakan metode uji serologi dengan mendeteksi antibodi dan deteksi
antigen galaktomannan sebagai penunjang diagnosis. (Gandjar,
2016)
Tabel 5.1. Hasil Pembacaan Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium
Fungi |
Pembacaan
Hasil Diagnosis |
|
KOH
10 % |
Kultur
/ Biakan |
|
Fungi
Patogen |
Ditemukan
spora / hifa |
Tumbuh
koloni Fungi dengan spesies yang sama |
Fungi
Kontaminan |
Tidak
ditemukan spora / hifa (negatif) |
Tumbuh
koloni Fungi yang berbeda spesiesnya |
Schuster, E., N. Dunn-Coleman, J.C Frisvad and P.W. Van
Dijck, 2012. On the safety os Aspergillus niger; A reviewuari. Applied
Microbiol. Biotechnol. vol. 59 Hal : 426-435.
Jamilatun, M., Azzahra, N., Aminah, A., 2020. Perbandingan
pertumbuhan Aspergillus fumigatus pada media instan modifikasi carrot sucrose
agar dan potato dextrose agar. Jurnal Mikologi Indonesia.
Mulyati, Ridhawati, Susilo, J. 2008. Parasitologi Kedokteran.
Edisi Keempat Jakarta: Staf Pengajar Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Madhavan, P., F. Jamal and P.P. Chong. 2011. Laboratory
isolation and identification of Candida species. J. Applied Sci. vol. 11 Hal:
2870-2877.
Gandjar I, Sjamsuridzal W, Oetari A. 2016. Mikologi Dasar dan
Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Octavia A. 2017. Perbandingan pertumbuhan jamur Aspergillus
flavus pada media PDA (Potato Dextrose Agar) dan media alternatif dari singkong
(Manihot esculenta Crantz). Jurnal Analis Kesehatan. 6(2): 626.
Syarief R, Ega L. 2013. Mikotoksin Bahan Pangan. IPB Press.
Bogor.
Marvel M. 2017. Aspergillus fumigatus. Journal of
Microbiology. 70.1253-1262.
Gupta, M., Manisha, K., Grover, R. (2012). Effect of Various
Media Types on the Rate of Growth of Aspergillus niger. Jurnal Fundamental and Applied
Life, 2(2): 141-144.
Hasanah, U. 2017. Mengenal Aspergillosis, Infeksi Jamur Genus
Aspergillus. Jurnal Kesehatan Sehat Sejahtera. 15(30):76-86. Diakses pada
tanggal 4 November 2018.
Susilowati A, and Listyawati S 2021. Keanekaragaman Jenis
Mikroorganisme Sumber Kontaminasi Kultur In vitro di Sub-Lab. Biologi
Laboratorium MIPA Pusat UNS.BIODIVERSITAS.2:1, 110-114.
Biodata Penulis:
|