PERAN DAN DIAGNOSIS LABORATORIUM TUNGAU DEBU RUMAH SEBAGAI SERANGGA MEMATIKAN BAGI MANUSIA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tungau debu rumah merupakan sumber alergen penyebab alergi, misalnya rhinokonjungtivitis alergi, asma, dermatis atopik dan penyakit kulit lain. TDR juga memiliki bagian tubuh bersifat imunogenik yang dapat mengaktivasi respon imun tubuh, misalnya kitin, protease, dan ligan yang berasal dari senyawa tungau. Setiap tungau memiliki molekul bervariasi dan ukuran berbeda, serta mempengaruhi proses masuknya alergen ke dalam saluran pernafasan dan penetrasi alergen ke dalam jaringan paru. Alergi TDR paling banyak diperoleh pada individu dengan kepekaan IgE terhadap alergen Der p1, Der p2, dan Der f2. Prevalensi IgE terhadap Der p1 dilaporkan antara 64-100%, sedangkan Der p2 62-91%. Prevalensi IgE yang bervariasi itu diduga karena pengaruh faktor geografis, dan usia.
Spesies TDR yang paling sering diperoleh adalah Dermatophagoides pteronyssinus, Dermatophagoides farinae, dan Euroglyphus maynei dari golongan family Pyroglyphidae, serta Blomia tropicalis dari golongan family Echimyopodidae. Dermatophagoides pteronyssinus dan D. farinae merupakan
spesies paling dominan diantara spesies TDR lainnya, sedangkan B.tropicalis sering diperoleh di daerah tropis dan subtropis. Jumlah B. Tropicalis pada beberapa daerah dilaporkan setara dengan D.pteronyssinus. Tungau predator dan tungau tanaman merupakan jenis tungau lain yang diduga berpotensi sebagai sumber alergen juga di dalam rumah. Jenis dan perkembangbiakan TDR dipengaruhi suhu, kelembaban, dan jumlah makanan. Tungau debu rumah biasanya diperoleh di kamar tidur, kapet, dan lantai. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa TDR paling banyak diperoleh di kamar tidur dan dikaitkan dengan sumber makanan misalnya daki atau serpihan kulit manusia.
B. Tujuan
Paper ini bertujuan untuk menguraikan peran dan diagnosis laboratorium serangga tungau debu rumah sebagai vektor mematikan bagi manusia.
C. Ruang Lingkup
Dalam paper ini digunakan beberapa jenis pemeriksaan untuk mendiagnosa hasil dari pengamatan yang dilakukan melalui pemeriksaan klinis.
BAB 2
PEMBAHASAN
Peranan pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam mendiagnosis suatu infeksi atau penyakit pada manusia. Sebagai seorang Ahli Teknologi Laboratorium Medis yang bertanggung jawab dalam pemeriksaan laboratorium harus memiliki kemampuan dan keterampilan khusus.
Pemeriksaan Laboratorium dan diagnosis infeksi yang disebabkan oleh tungau debu rumah dapat dilakukan dengan pemeriksaan Skin Prick Test (SPT) dan IgE spesifik. Skin prick test berperan untuk identifikasi alergen penyebab sehingga penting dalam penentuan terapi, termasuk kontrol lingkungan dan imunoterapi. SPT merupakan metode diagnostik paling akurat untuk menunjukkan bahwa alergen spesifik telah menginduksi respons spesifik antibodi IgE, sehingga dianggap sebagai baku emas deteksi antibodi IgE. Namun pemeriksaan SPT memiliki beberapa kelemahan, di antaranya tidak dapat dilakukan pada pasien dengan dermatografisme, hamil, bayi dan balita, dan sedang menjalani terapi obat tertentu seperti antihistamin dan beta bloker. Pemeriksaan antibodi IgE spesifik alergen menjadi pilihan
Sampai saat ini, belum ada data di Indonesia mengenai perbandingan pemeriksaan IgE spesifik dengan SPT. Salah satu pemeriksaan IgE spesifik yang tersedia di Indonesia adalah dengan immunoblot. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value (PPV), negative predictive value (NPV), positive likelihood ratio (LR+), dan negative likelihood ratio (LR-) dari pemeriksaan immunoblot dibandingkan terhadap SPT sebagai baku emas.
Pada pemeriksaan SPT Bahan dan alat yang diperlukan adalah ekstrak alergen, jarum khusus SPT, kapas dan alkohol 70%, dan kit anafilaktik. Cara pemeriksaan SPT yang dilakukan antara lain:
1. Tes dilakukan di bagian volar lengan bawah. Bagian kulit yang akan dites dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian ditunggu sampai kering. 2. Batas tiap alergen digambarkan dengan pulpen sebanyak jumlah alergen yang akan dites.
3. Alergen diteteskan di tempat yang telah ditandai. Jarak tiap tetesan alergen 2- 3 cm untuk menghindari dua alergen yang kemungkinan bereaksi positif. Kontrol positif (larutan histamin fosfat 0,1%) dan kontrol negatif (larutan phosphatebuffered saline dengan fenol 0,4%) juga diteteskan.
4. Dilakukan tusukan dangkal dengan jarum khusus pada masing-masing alergen yang telah diteteskan. Jarum yang digunakan harus baru pada tiap tusukan untuk masing-masing tetesan. Tusukan dijaga jangan sampai menimbulkan perdarahan.
5. Tes dibaca setelah 15-20 menit. Hasil dikatakan sahih/valid bila diameter kontrol positif >3 mm dan kontrol negatif <3 mm. Hasil pemeriksaan SPT yang tidak sahih tidak dimasukkan pada analisis hasil penelitian.
6. Reaksi uji tusuk kulit terhadap alergen dianggap positif bila terbentuk indurasi berukuran 3 mm atau lebih dengan catatan kontrol positif dan negatif harus sahih. Hasil positif berarti alergen tersebut bereaksi dengan IgE spesifik pada permukaan sel mast kulit. Interpretasi tes kulit positif tergantung dari riwayat pasien dan gejala klinis yang dipacu pajanan dengan alergen. Komplikasi harus diwaspadai, misalnya asma, rinitis, urtikaria, syok anafilaksis.
Sedangkan pada pemeriksaan IgE spesifik Bahan dan alat lain yang diperlukan adalah air destilasi, vortex mixer, botol dengan kapasitas 500 mL, washing retainer, kotak inkubasi untuk
inkubasi di ruang gelap, ScreenShaker, dan alat Scanner. Cara Pemeriksaan: 1. Reagen dibiarkan pada suhu ruangan
2. Konsentrat washing buffer pada alat pemeriksaan immunoblot diencerkan dengan perbandingan 1:25
3. Membran pada lubang reaksi dibasahi dengan washing buffer. Pada setiap lubang reaksi dimasukkan serum 2x300 μl, kemudian inkubasi dilakukan pada suhu ruangan selama 45 menit.
4. Pencucian dengan cara washing buffer dituangkan dari botol ke strip tes beberapa kali sambil memiringkan lubang reaksi. Lubang diisi beberapa kali dengan buffer dan dikocok selama beberapa detik.
5. Detektor antibodi pada alat pemeriksaan immunoblot ditambahkan sebanyak 2x300 μl, lalu diinkubasi pada suhu ruangan selama 45 menit. 6. Pencucian dilakukan seperti pada poin 4.
7. Konjugat streptavidin pada alat pemeriksaan immunoblot sebanyak 2x300 μl ditambahkan dan diinkubasi pada suhu ruangan selama 20 menit. 8. Pencucian dilakukan seperti pada poin 4.
9. Substrat alat pemeriksaan immunoblot sebanyak 2x300 μl ditambahkan dan diinkubasi pada suhu ruangan selama 20 menit. Inkubasi harus dilakukan di ruangan gelap.
10. Pencucian dilakukan seperti pada poin 4.
11. Reaksi substrat dihentikan dengan membilas di bawah air mengalir 12. Membran dikeringkan dan dipindai dengan alat Scanner. Hasil pemeriksaan dikatakan positif bila kadar IgE spesifik >0,35 IU/mL.
Identifikasi Spesies dan Pemeriksaan Kepadatan Tungau Debu Rumah Debu yang telah terkumpul disaring dengan menggunakan saringan. Kemudian debu hasil saringan dimasukkan dalam beaker glass kemudian dimasukkan ke
tabung reaksi. Ditambahkan alkohol 80% sebanyak 3 ml dan diamkan selama 24 jam setelah itu dihomogenkan. Kemudian subnatan dibuang dan tambahkan NaCl jenuh hingga cembung dan ditutup dengan cover glass dan didiamkan selama 30 menit kemudia cover glass diletakkan di objek glass lalu amati dibawah mikroskop perbesaran 40x. Tungau kemudian diidentifikasi spesies dan jenisnya, lalu dicatat.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peranan seorang ahli teknologi laboratorium medis dalam pemeriksaan sangat lah penting untuk meneggakan diagnosis suatu penyakit.
Pemeriksaan Laboratorium dan diagnosis infeksi yang disebabkan oleh tungau debu rumah dapat dilakukan dengan pemeriksaan Skin Prick Test (SPT) dan IgE spesifik. Skin prick test berperan untuk identifikasi alergen penyebab sehingga penting dalam penentuan terapi, termasuk kontrol lingkungan dan imunoterapi. SPT merupakan metode diagnostik paling akurat untuk menunjukkan bahwa alergen spesifik telah menginduksi respons spesifik antibodi IgE, sehingga dianggap sebagai baku emas deteksi antibodi IgE. Namun pemeriksaan SPT memiliki beberapa kelemahan, di antaranya tidak dapat dilakukan pada pasien dengan dermatografisme, hamil, bayi dan balita, dan sedang menjalani terapi obat tertentu seperti antihistamin dan beta bloker. Pemeriksaan antibodi IgE spesifik alergen menjadi pilihan
DAFTAR PUSTAKA
Annisa mulia, Ismia Husna, Ari Khusuma. 2021. Tungau Debuh Rumah Dan Kaitannya Dengan Penyakit Asma. Progam Studi Farmasi, Universitas Tulang Bawang.
Krzysztof Kowal, Agnieszka Pampuch, Gregorz Siergiejko. 2020. Sensitization To Major Dermatophagoides Pteronyssinus Allergens In House Dust Mite Allergic Patients From North Eastern Poland Developing Rhinitis Or Asthma.
Limao R, Spinola santos, Araujo L, Lieria Pinto. 2022. Molescular Sensitization Profile to Dermatophagoides pteronyssinus Dust Mite in Portugal.
Rose Waldron, Jamie McGowan, Natasha Gordon, Charley McCarthy, E. Bruce Mitchell, David A. Fitzpatrick. 2019. Proteome and allergenome of the European house dust mite Dermatophagoides pteronyssinus. Departemen of Biology, National University of Ireland Maynooth.
Terreehorst I, Oosting AJ, Tempels-Pavlica Z., Et. Al. 2022. Prevaleance And Severity Of Allergic Rhinitisin House Dust Mite Allergic Patiens With Bronchial Asthma Or Atopic Dermatitis. Clin Exp Allergy. 32.